About

Minggu, 24 November 2013

tafsir maudu'iy



BAB I
TAFSIR TEMATIK ( Maud}u>’i  )
A.   Latar belakang
Al quran dengan segala kesakralannya yang menyandang istilah bahasa tuhan ( Kala>m Alla>h Al Mu’jiz ) adalah kitab  yang tak pernah terputus kajiannya dari masa ke masa seiring dengan kemu’jizatannya yang abadi sampai pada hari qiya>mah, study atau tela’ah Al quran merupakan hal yang sangat urgen dalam dunia islam,  kualitasnya sebagai kitab suci dan kapasitasnya sebagai penunjuk pada jalan yang benar menarik keinginan ( Rughbah ) para pemikir islam untuk selalu membuktikan kebenarannya sebagai kitab samawi yang menyimpan pesan ilahi . berbagai macam karya ilmiah yang disajikan oleh para pemikir islam kepada kita sejak masa keemasan islam sampai saat ini dengan segala format dan modelnya menjadi hadiah yang harus kita lestarikan. Pada masa nabi Muhammad majlis beliau adalah tempat para sahabat  untuk menimba ilmu pengetahuan islam, kebutaan masyarakat arab akan aqidah dan permasalahan moral dan sosial terjawab tuntas di majlis nabi, begitu pula dengan al quran, suatu keresahan dalam memastikan kebenaran bacaan dan memahami maksudnya dapat terjawab dengan benar dari nabi.
Akan tetapi pasca wafatnya nabi Al quran yang ada dasarnya memiliki nilai substansi sempurna membutuhkan pengkajian yang lebih kritis dan mendalam untuk menjawab segala permasalahan tantangan zaman maka pada masa sahabat dan tabiin perhatian umat islam terhadap al quran menjadi suatu keharusan yang harus dipertahankan. Sejarah mencatat kepedulian para sahabat dan para tabiin rupanya terus bersinar dan mewarisi generasi-generasi pakar al-quran setelahnya. Maka muncullah para pengkaji Al quran dari segala sudut pandang analisanya yang membuahkan beberapa kita-kitab tafsir dengan beraneka ragam, seperti tafsir alquran dalam segi i’rabnya, tafsir al quran dalam sudut pandang balaghahnya, tafsir al quran bil ma’thur, dan tafsir al quran tematik maudu’i.
            Hal ini karena dibutuhkannya penjelasan yang memberikan kemudahan dalam memahami ma’na yang tersurat ataupun yang tersirat didalam Al Quran seandainya tanpa jasa mereka tentunya umat islam dewasa ini akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan menerima pesan dari Al quran “" كم ترك الأولون للآخرين     ( berapa banyak peninggalan orang-orang dahulu untuk orang - orang sekarang ) beberapa macam metode tafsir yang diadreskan oleh para pakar untuk semua umat islam mempunyai keistimewaan tersendiri, diantaranya metode tafsir maudu’i yang memberikan kenyamanan pada pembacanya dalam mengkaji dalil-dalil agama sesuai dengan tema, pada makalah ini penulis mencoba untuk menyingkap sejarah tafsir maudu’i, metode dan keistimewaannya .

BAB II
TAFSIR MAUDHU’I ( TEMATIK)

I.          Pengertian Tafsir Maudhu>’i         
                       
        Kata Maudhu>’i berasal dari bahasa arab yaitu maudhu’ yang merupakan isim maf’u>l dari fi’il ma>d}hi wad}ha’a yang berarti meletakkan, menjadikan, mendustakan dan membuat-buat. Arti Maudhu>’i yang dimaksud di sini ialah yang dibicarakan atau judul atau topik atau sektor, sehingga tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat Alquran yang mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu. Dan bukan maudhu’i yang berarti yang didustakan atau dibuat-buat, seperti arti kata hadis maudhu’ yang berarti hadis yang didustakan/dipalsukan/dibuat-buat[1].

Adapun pengertian tafsir maudhu’i (tematik) menurut istilah para ulama ialah
“ Mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang bersama-sama membahas judul/topik/sektor tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian mengistimbatkan.”[2]

Menurut al-Sadr bahwa istilah tematik digunakan untuk menerangkan ciri pertama bentuk tafsir ini, yaitu ia mulai dari sebuah terma yang berasal dari kenyataan eksternal dan kembali ke Alquran. la juga disebut sintesis karena merupakan upaya menyatukan pengalaman manusia dengan alqur’an.[3] Namun ini bukan berarti metode ini berusaha untuk memaksakan pengalaman ini kepada Alquran dan menundukkan Alquran kepadanya. Melainkan menyatukan keduanya di dalam konteks suatu pencarian tunggal yang ditunjukkan untuk sebuah pandangan Islam mengenai suatu pengalaman manusia tertentu atau suatu gagasan khusus yang dibawa oleh si mufassir ke dalam konteks pencariannya. Bentuk tafsir ini disebut tematik atas dasar keduanya, yaitu karena ia memilih sekelompok ayat yang berhubungan dengan sebuah tema tunggal. Ia disebut sintesis, atas dasar ciri kedua ini karena ia melakukan sintesa terhadap ayat-ayat berikut artinya ke dalam sebuah pandangan yang tersusun.

Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema, diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema itu. Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif)[4]. Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa tafsir maudhu’i ialah upaya menafsirkan ayat-ayat Alquran mengenai suatu tema tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat atau sejumlah ayat yang dapat mewakili dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk memperoleh jawaban atau pandangan Alquran secara utuh tentang terma tertentu, dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing ayat dan sesuai dengan asbabun nuzul kalau perlu.

II.   Sebab-Sebab Timbulnya Tafsir Maud{u>’i
            Al-Quran turun dengan membawa hukum-hukum dan syariat secara berangsur dalam kurun waktu duapuluh tahun lebih. Kandungan al-Quran tidak dapat dipahami secara utuh dan dilaksanakan sebelum arti, maksud dan inti persoalannya dipahami. Oleh karena itu usaha penafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran sudah dilakukan semenjak masa Rasulullah hingga saat ini. Model dan metode penafsiran terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.
Secara teoritis, metode tafsir maud{u>’i baru ada akhir-akhir ini. Yang pertama kali mencetuskannya ialah Prof. Dr. Ahmad Sayyid al-Ku>miy pada tahun 1981.[5] Ada yang menyebutkan tafsir model ini mulai muncul pada abad keempat belas.[6] Akan tetapi sebenarnya embrio tafsir maud{u>’i sudah ada sejak masa Nabi melalui tafsir bi al-mathur.[7] Namun, saat itu pembukuan ilmu-ilmu Islam belum ada. Selain itu, para ulama generasi pertama sudah menguasai ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk menafsirkan al-Quran. Ditambah lagi para sahabat  menjadi saksi langsung dari pewahyuan al-Quran. Oleh karena itu mereka tidak membutuhkan metodologi tafsir. Berbeda dengan masa-masa setelahnya sampai saat ini, ketika Islam sudah menyebar luas dan berinteraksi dengan macam-macam budaya yang secara otomatis memunculkan banyak persoalan yang tidak pernah ada sebelumnya.
 Selain hal diatas ada beberapa sebab mengapa tafsir maud{u>’i baru muncul. Diantaranya ialah:
1.     Metode tafsir maud{u>’i mengarah kepada kajian spesialis, sementara pada masa ulama dahulu prinsip spesialisasi belum menjadi tujuan kajian.
2.     Para penafsir zaman dahulu tidak memerlukan kajian terhadap topik-topik tertentu. Karena mereka semua hafal al-Quran dan ilmu keislaman mereka sangat mendalam serta mencakup semua aspek.[8]
III.  Kedudukan, Ragam dan Pentingnya Tafsir Maud{u>’i
            Pada masa ketika ilmu-ilmu Islam mulai dikodifikasi, termasuk juga didalamnya ilmu tafsir, karya-karya ulama mengenai tafsir pun bermunculan.  Tafsir mereka mencakup seluruh corak dan pola penyajian, dari uraian yang sederhana sampai yang panjang. Pembahasannya pun bermacam-macam, mulai dari kalam, balaghah, aspek hukum, teori-teori ilmiah dan lainnya. Namun dari karya tersebut belum ditemukan kajian tafsir dengan cara menghimpun ayat yang berbicara mengenai satu pokok masalah walaupun tempat dan waktu serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut berbeda satu sama lainnya.[9]
            Masalah kekinian yang semakin kompleks membutuhkan solusi yang komprehensif dari al-Quran sebagai pedoman hidup. Permasalahan yang dihadapi saat ini tentu saja berbeda dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat sebelumnya. Yang tentunya pemecahan masalahnya juga berbeda. Dari sinilah kemudian tafsir maud{u>’i menemukan urgensinya. Karakteristik tafsir maud{u>’i yang fokus terhadap satu masalah dan memecahkannya dengan kajian terhadap kumpulan ayat-ayat al-Quran dapat menjadi salah satu solusinya.
            Tafsir maud{u>’i sendiri memiliki tiga bentuk,[10] yang terkait dengan praktek penafsirannya itu sendiri.
1.     Mencari satu kata dalam al-Quran, kemudian mengumpulkan ayat-ayat al-Quran lainnya yang berkaitan dengan ayat tadi, kemudian menafsirkan dan menyimpulkan dari pengamtannya itu, sehingga didapat pengertian dari penggunaan al-Quran terhadap kata tersebut. Contoh karya tafsir dengan bentuk ini ialah, Kalimat “al-Haq” fi al-Quran al-Karim karya Muhammad ibn ‘Abd al-Rahma>n al-Ra>wiy, al-Hiss wa al-‘Aql wa al-Qalb wa al-Lubb wa al-Fua>d, karya Dr. Muhammad al-Sharqa>wiy, dan lain sebagainya.
2.     Mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang topik tertentu. Kemudian menjelaskan pengertian seluruh ayat-ayat tersebut sebagai jawaban dari topik yang dibahas. Contoh tafsir dengan bentuk ini sangat banyak, diantaranya yang membahas tentang “al-I’ja>z fi al-Quran”, “Ahka>m al-Quran” atau “Amtha>l al-Quran dan lain sebagainya.
3.     Menentukan suatu tema dari satu surat dalam al-Quran dan menjelaskan topik tersebut melalui ayat-ayat dari surat itu sendiri. Contoh karya tafsir dengan bentuk ini ialah, tas{awwur al-Ulu>hiyyah kama> Ta’arrad{ahu su>rat al-An’a>m, milik Dr Ibrahim al-Kayla>ni, Tafsir> al-Qura>n al-Kari>m milik Mahmu>d Shalt{u>t.
IV.  Langkah-Langkah Tafsir Maudhu’iy
            Prof. Dr  Abd. Al-Hayy al-Farmawi, menjelaskan langkah-langkah dalam tafsir maud{u>’i sebagai berikut;
1.     Menetapkan masalah yang akan dibahas.
2.     Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
3.     Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asba>b al-nuzul-nya.
4.     Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing.
5.     Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.
6.     Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadith yang sesuai dengan ayat itu.
7.     Mempelajari ayat-ayat tersebut secara menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang sama, mengkompromikan yang ‘a>m dan khas{, yang mut{laq dan muqayyad, atau yang pada lahirnya kontradiktif, yang nasikh dan mansu>kh sehingga semuan ayat tersebut bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan dan pemaksaan.[11]
Ada beberapa catatan mengenai langkah-langkah dalam metode tafsir ini. Seperti pendapat Quraish Shihab yang mengatakan bahwa pada langkah yang pertama, permasalahan yang dibahas tersebut diprioritaskan pada persoalan yang menyentuh masyarakat dan dirasakan langsung oleh mereka. Kemudian pada langkah yang ketiga, penyusunan runtutan ayat sesuai masa runtutan ini dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan petunjuk al-Quran mengenai persoalan yang dibahas, terutama bagi mereka yang menganut konsep nasikh dan mansu>kh dalam al-Quran. Bagi mereka yang bermaksud menguraikan satu kisah atau kejadian, maka runtutan yang dibutuhkan ialah runtutan kronologis peristiwa. Mengenai metode ini yang tidak mengharuskan adanya uraian tentang pengertian kosakata, Quraish Shihab menjelaskan bahwa uraian tentang kosakata ini dapat menyempurnakan metode tafsir maud{u>’i. (Shihab, 2009:177-179)
V.   Perbedaan Tafsir Maud{u>’i dengan Beberapa Metode Tafsir yang Lain
A. Perbedaan Tafsir Maud{u>’i dengan Tafsir Tahli>liy
            Yang dimaksud dengan tafsir tahli>liy ialah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Quran dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufassir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya dalam mus{h{af melalui penafsiran kosakata, penjelasan sebab nuzu>l, muna>sabah, serta kandungan ayat-ayat tersebut sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir itu.[12]
            Jika dilihat dari definisi diatas, serta dari uraian sebelumnya, maka jelas sekali perbedaan antara dua metode ini. Perbedaan keduanya dapat diurai sebagai berikut;
1.     Dalam tafsir maud{u>’i, penafsir tidak terikat pada susunan ayat yang terdapat dalam mus{h{af, sedangkan pada tafsir tahli>liy, penafsiran diurutkan sesuai dengan urutan ayat dalam mus{h{af.
2.     Dalam tafsir maud{u>’i, pembahasan hanya difokuskan dalam satu masalah, berbeda dengan tafsir tahli>liy, pembahasan atau uraiannya ialah mengenai berbagai masalah yang ditemukan dalam setiap ayat.
3.     Dalam tafsir tahli>liy, kosakata ayat dijelaskan dan dianalisis sesuai dengan latarbelakang keilmuannya, sedangkan dalam tafsir maud{u>’i, hal itu tidak dilakukan kecuali yang diperlukan dan untuk menyingkap masalah yang belum jelas.
4.     Tafsir maud{u>’i dapat membahas dan mengungkap petunjuk al-Quran secara tuntas, sedangkan dalam tafsir tahli>liy, biasanya hanya mengemukakan penafsiran ayat-ayat secara berdiri sendiri, sehingga persoalan yang dibahas tidak tuntas.[13]
Selain perbedaan diatas, yang membedakan tafsir maud{u>’i dan tahli>liy ialah, tafsir tahli>liy sudah dikenal sejak dulu yang dibuktikan dengan banyaknya kitab tafsir yang menggunakan metode ini. Sedangkan tafsir maud{u>’i, meskipun benihnya sudah ada sejak zaman Rasul, namun pengertian, rumusan dan langkah-langkah kongkrit dari metode ini baru diungkapkan akhir-akhir ini.
B.    Perbedaan Tafsir Maud{u>’i dengan Tafsir Muqa>rin
                        Dari uraian-uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa wilayah kajian tafsir muqa>rin lebih sempit dibandingkan dengan tafsir maud{u>’i. Hal ini dikarenakan dalam tafsir muqa>rin hanya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan kandungan yang dimaksud oleh masing-masing ayat atau perbedaan kasus itu sendiri. Sedangkan dalam tafsir maud{u>’i, disamping menghimpun semua ayat yang berkaitan dengan topik pembahasan, ia juga mencari persamaan-persamaan, serta petunjuk yang dikandungnya selama masih berkaitan dengan topik yang ditetapkan.
Selain itu dalam tafsir maud{u>’i bermaksud membahas satu tema masalah, sedangkan tafsir muqa>rin berusaha mengemukakan tafsir ayat-ayat al-Quran yang ditulis oleh sejumlah penafsir.[14]     
VI.  Keistimewaan Tafsir Maud{u>’i
Tafsir maud{u>’i, dengan segala karakternya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Metode ini termasuk metode tafsir bi al-mathur, yang merupakan penafsiran terbaik, sehingga dapat meminimalisir kesalahan mufassir. Menghimpun ayat-ayat al-Quran, kemudian menghubungkan dan menganalisis secara menyeluruh ayat-ayat itu untuk memecahkan suatu masalah, dapat menghadirkan pemahaman dan jawaban yang utuh terhadap suatu masalah.
Metode tafsir maud{u>’i juga sejalan dengan perkembangan zaman, dimana suatu kajian yang dilakukan, menuntut adanya batasan masalah yang jelas, yang kemudian dikelompokkan kedalam bab-bab, yang kemudian diklasifikasikan lagi menjadi sub-sub bab, yang masing-masing dijelaskan secara tuntas.
Meskipun demikian bukan berarti tafsir maud{u>’i sudah sempurna, karena pada hakikatnya ia belum mengungkap keseluruhan kandungan ayat al-Quran yang dibahasnya, akan tetapi hanya yang berkenaan dengan permasalahan atau topik yang dibahas.
VII. Kekurangan Tafsir Maudhu’i  

Kekurangan metode tafsir maudhu’i antara lain:

a)                                 Memenggal ayat al-Qur’an: Yang dimaksud memenggal ayat al-Qur’an ialah suatu kasus yang terdapat di dalam suatu ayat atau lebih mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan bersama dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang shalat harus di tinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.
b)                      Membatasi pemahaman ayat: Dengan diterapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Akibatnya mufassir terikat oleh judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, karena dinyatakan Darraz bahwa, ayat al-Qur’an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan diterapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari permata tersebut.

VIII. Penutup
Metode tafsir pada masa sekarang sudah merupakan sebuah kebutuhan. Hal itu digunakan sebagai sarana untuk memecahkan permasalahan di tengah umat melalui kajian terhadap al-Quran.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua metode tafsir ini, baik metode tafsir maud{u>’i maupun metode muqa>rin, masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Dengan objek kajian yang berupa literatur, kedua metode ini sejalan dengan nafas keilmiahan yang sejalan dengan apa yang dujunjung tinggi di dunia pendidikan.
Metode tafsir muqa>rin sebagai salah satu metode penafsiran, memiliki cakupan yang lebih spesifik dibandingkan dengan metode tafsir maud{u>’i.  Untuk  pemecahan suatu masalah atau problem yang dialami umat, metode tafsir maud{u>’i nampaknya lebih bisa digunakan. Karena pembahasannya yang fokus dan menyeluruh mengenai satu permasalahan.






















DAFTAR PUSTAKA
‘Abbas, ‘Abbas ‘Aud{ullah. 2007. Muha>d{ara>t fi al-Tafsi>r al-Mawd{u>’iy. Damaskus: Da>r al-Fikr.
Al-’Arid, ‘Ali Hasan. 1994. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Terjemahan oleh Ahmad Akrom. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Al-Farmawi, Abd. Al-Hayy. 1994. Metode Tafsir Maud{u’iy, Suatu Pengantar. Terjemahan oleh Suryan A Jamrah. Jakarta: LSIK&Raja Grafindo Persada.
Al-Rumi, Fahd ibn Abdurrahman ibn Sulaiman. 1419. Buh{u>th fi Ushul alTafsi>r wa Mana>hijuhu, Riyadh: Maktabah al-Tawbah.
Baidan, Nashruddin. 2011. Metode Penafsiran Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasir, Ridlwan. 2003. Memahami Al-Quran. Surabaya: Kopertais & Indra Media.
Shihab, M. Quraish. 2009. Membumikan al-Quran. Bandung: Mizan.

















[1] Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudlin’i Pada Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta, 1990, hal. 83-84.
[2]  ] Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, Dar al-`ulum, Kairo, 1968, hal. 52.

[3]  Sadr al, Muhammad Baqir, “Pendekaian Temalik Terhadap Tafsir AI-Qur’an “, dalam Ulumul Quan, Vol I, No. 4, 1990, hal. 34.

[4]  Farmawi al, Abd al-Hayy, AI-Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Matba’ah al-Hadarah al­`Arabiyah, Kairo, 1977, hal. 62.

[5]. Shihab, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 2009. Hal 175.  
[6].  ‘Abbas, Ibid. hal 21.  
[7]. Al-Ru>mi, Ibid, hal 63.
[8]. Dr. Ahmad Mihna dalam Al-Farmawi, Ibid. hal 41 .
[9]. Al-Farmawi, ibid. hal 34 .
[10]. Al-Ru>mi, ibid. hal 68.
[11]. Al-Farmawi, ibid. hal 46 .
[12].  Shihab, op.cit. Hal 181.
[13]. Disarikan dari  Al-Farmawi, ibid. hal 49 .
[14]. Al-Kumy dalam Al-Farmawi, ibid. hal 51 .

0 komentar:

Posting Komentar